IPAS Institute Bantu Pemerintah Sosialisasikan Perlindungan HAKI

•October 27, 2010 • Leave a Comment

Jakarta, 22 Oktober, 2010

IPAS Institute – Bertempat di Restaurant Sindang Reret, Jakarta, IPAS Institute menggelar sosialisasi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual bagi Mahasiswa dengan tema “Dialog Interaktif Mahasiswa Peduli Hak Kekayaan Intelektual.” Acara yang diikuti oleh lebih dari 200 mahasiswa, dosen dari 17 perguruan tinggi di Jakarta, dan juga kalangan profesional yang berkaitan dengan dunia hak kekayaan intelektual, baik sebagai pencipta, maupun kalangan yang berhubungan dengan karya-karya intelektual berlangsung sukses mengingat target audiens yang melebihi kapasitas yang disediakan.

Salah satu tonggak penting kemajuan suatu negara adalah kemampuan dalam penguasaan teknologi dan karya-karya intelektual. Mengacu pada hal tersebut, upaya perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual sudah saatnya menjadi perhatian, kepentingan, dan kepedulian semua pihak agar tercipta kondisi yang kondusif bagi tumbuh berkembangnya kegiatan inovatif dan kreatif yang menjadi syarat batas dalam menumbuhkan kemampuan penerapan, pengembangan, dan penguasaan teknologi.

Ditegakkannya hukum hak atas kekayaan intelektual harapannya dapat mendorong motivasi bagi semua pihak sesuai dengan bidang tugas dan profesinya masing-masing untuk tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang kreatif dan inovatif. Penghargaan yang sesuai berdasarkan dasar-dasar keadilan dari segi hukum dan sosio-ekonomik menjadi kekuatan penarik untuk menekuni bidang tugas dan profesi secara maksimal. Lebih jauh lagi, perlindungan hak kekayaan intelektual pada saatnya akan mampu menciptakan produktivitas kerja yang tinggi pada masyarakat.

Atas dasar pemikiran itulah Risa Amrikasari, seorang Konsultan HKI, menggagas sebuah acara bertajuk ‘Dialog Interaktif – Mahasiswa Peduli Hak Kekayaan Intelektual’.

Melalui kolaborasi antara IPAS Institute (Intellectual Property rights Advisory Services) yang diketuai oleh R. Dwiyanto Prihartono, SH dan DPC Permahi Jakarta, acara yang bertujuan mensosialisasikan pengetahuan di bidang Hak Kekayaan Intelektual secara cuma-cuma ini digelar pada tanggal 22 Oktober 2010. Tanggal ini dipilih bukan tanpa maksud, tetapi merupakan tanggal yang bertepatan dengan hari ulang tahun Risa Amrikasari. Pada tahun-tahun sebelumnya acara yang diselenggarakannya biasanya lomba menulis yang kemudian diterbitkan menjadi buku, tetapi khusus tahun ini dipilih kegiatan dengan variasi baru yang diharapkan membawa manfaat kepada lebih banyak orang.

Ide acara ini juga tidak terlepas dari latar belakang pengetahuan hukum dan Hak Kekayaan Intelektual yang dipelajarinya selama ini, sehingga kesadaran hukum merupakan salah satu faktor penting yang perlu didorong. idealnya untuk mencapai kondisi yang kondusif bagi tumbuh berkembangnya kegiatan inovatif dan kreatif dalam skala nasional, segala lapisan masyarakat setidaknya memiliki informasi yang cukup untuk mengetahui bagaimana hukum mengatur tentang hak kekayaan intelektual. Di sisi lain disadari bahwa tentang hak kekayaan intelektual masih jauh dari populer bagi masyarakat awam, oleh karenanya masih perlu diselenggarakan dialog-dialog secara intensif antar masyarakat dan pakar.

Dengan maksud tersebut, DR. Bambang Kesowo, SH, LL.M, telah diundang untuk menjadi pembicara dalam acara dialog interaktif ini. Beliau adalah seorang pakar Hak Kekayaan Intelektual yang juga perunding antara Pemerintah Indonesia dan organisasi dunia di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Ia juga sebagai perunding dalam Patent Law Treaty (WIPO/PBB) dan Wakil Ketua Delegasi RI dalam Konferensi Diplomatik I Den Haag (1990); Trademark Law Treaty (WIPO/PBB, 1995); masalah HAKI antara RI dan Departemen Perdagangan AS; persetujuan perlindungan hak cipta RI-Masyarakat Eropa/AS/Australia/Inggris; dan kerja sama HAKI APEC.

Mengenai audiens, salah satu segmen yang dipandang penting dalam masyarakat adalah MAHASISWA, sebagai kader profesi di masa depan akan punya kepentingan baik untuk kepentingan melindungi karya intelektualnya sendiri juga sekaligus berfungsi untuk melakukan sosialisasi pengetahuan dan kampanye perlindungan hak kekayaan intelektual. Sementara itu disadari bahwa cukup banyak  mahasiswa yang belum cukup memahami dan mentaati peraturan di bidang hak kekayaan intelektual, serta belum betul-betul menyadari manfaat melindungi hak kekayaan intelektual. Forum dialog hukum apalagi spesifik tentang hak kekayaan intelektual juga masih amat terbatas, dampaknya peningkatan kesadaran ataupun pemahaman mahasiswa terhadap hak kekayaan intelektual belum dapat dikatakan memadai. Dengan demikian perlu ada inisiatif dan peran masyarakat untuk  meningkatkan pemahaman peraturan di bidang hak kekayaan intelektual, harapannya agar mahasiswa memiliki peningkatan pengetahuan terus-menerusdan mengenal lebih baik tentang perlindungan  hak kekayaan intelektual. Manfaat lebih lanjut adalah mahasiswa sebagai segmen masyarakat yang berpotensi besar sebagai generasi penerus harapan bangsa yang akan menghasilkan karya-karya yang mengandung unsur kekayaan intelektual juga mengerti cara untuk melindungi kekayaan intelektualnya. Terakhir, juga diharapkan mahasiswa akan dapat membantu melakukan sosialisasi dan mengembangkan sikap menghargai akan kreatifitas dan kekayaan intelektual dalam skala nasional dan internasional.

Semoga kegiatan ini dapat membawa manfaat bagi para peserta khususnya, dan bagi masyarakat pada umumnya.

My Call, My Committment

•October 7, 2010 • 1 Comment

Panggilan jiwa itu datang begitu saja bertahun-tahun lalu. Saya bosan dengan ritual ulang tahun yang hanya menghamburkan uang tak berbekas selain kegembiraan sesaat. Kumpul, makan, nyanyi, ketawa-ketiwi, lalu lenyap seiring dengan malam menjelang. Useless. What a waste of money.

Saya terus berpikir, apa yang bisa saya lakukan untuk merayakan bertambahnya usia saya. Setidaknya sesuatu yang bermanfaat bagi orang-orang di sekeliling saya. Lalu saya teringat kebiasaan saya menulis. Saya melihat banyak orang mulai rajin menulis online di blog. Tetapi tulisan mereka seolah-olah hanya sebuah tulisan yang dibuat untuk sekedar menjaga ritme kunjungan pembaca, ataupun menunjukkan bahwa mereka tetap aktif di blog. Tak ada tujuan pasti. Padahal, tulisan di blog sangat ampuh untuk menyebarkan informasi.

Di sebuah komunitas blog semua bermula, di tahun 2006. Diawali dengan kompetisi menulis para blogger, saya mulai meniti tujuan hidup saya ke depan. Saya mulai mengenali panggilan jiwa saya. Dunia tulis menulis, dan segala hal yang berhubungan dengan edukasi publik. Mungkin hanya sedikit orang yang percaya niat tulus saya. Tapi tak apa. Saya dan niat tulus saya adalah sesuatu yang tak memerlukan persetujuan orang lain untuk tetap menjalankannya. Selama saya masih mampu untuk berkiprah pada misi saya, maka semua itu akan saya jalani. Saya beruntung memiliki pasangan yang sangat mengerti dan mendukung visi dan misi saya. Juga para sahabat yang senantiasa mendukung setiap rencana-rencana saya.

Kini, langkah saya semakin mantap untuk terus memberikan karya-karya dan buah pemikiran saya bagi perkembangan kemajuan berpikir generasi muda di sekitar saya. Tak perlu bermuluk dengan rencana-rencana besar, karena semua yang besar juga diawali dengan hal kecil. Dan inilah yang akan saya lakukan untuk tetap konsisten menjalankan misi mengedukasi masyarakat awam hukum.

Di hari ulang tahun saya yang ke 41 pada tanggal 22 Oktober nanti, saya ingin melangkah lebih, bukan lagi sekedar mengadakan kompetisi menulis. 5 buah buku sudah saya terbitkan dari hasil kompetisi menulis yang saya adakan yang semuanya saya dedikasikan untuk para blogger dalam komunitas saya, dan dunia edukasi publik pada umumnya.

Kini, sejalan dengan profesi saya sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual, kali ini saya telah mempersiapkan sebuah acara, yaitu : “Dialog Interaktif – Mahasiswa Peduli Hak Kekayaan Intelektual” dengan pembicara tunggal Dr. Bambang Kesowo, SH, LL.M, seorang ahli HKI yang boleh dikatakan merupakan ‘Eyangnya HKI di Indonesia’. Acara ini GRATIS bagi semua mahasiswa yang sudah mendaftar pada panitia pelaksana IPAS Institute yang bekerjasama dengan DPC Permahi Jakarta.

Tak semua hal harus dinilai dengan uang, dan tak semua yang gratis berarti ‘gampangan’. Mahasiswa yang cerdas dan menghargai kemampuan intelektualnya, pasti paham maksud saya.

Saya berharap, kesempatan yang baik untuk menambah ilmu ini dapat dimanfaatkan oleh para mahasiswa, generasi penerus bangsa yang paham betul bahwa melindungi Hak Kekayaan Intelektual mereka adalah hal yang sangat penting.

“Saat kita bicara soal intelektualitas, saat itu pulalah kita berbicara soal kemampuan tertinggi yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya yang juga sama-sama memiliki otak tetapi tak dapat mempergunakan otaknya untuk berpikir dan menghasilkan karya-karya yang mengagumkan.”

Komitmen saya tak akan mati. Bagi saya, komitmen adalah sesuatu yang mengalir dalam darah, membuat kecanduan, dan tak ada yang dapat menghentikannya selain diri sendiri. Dan saat ini, saya sedang kecanduan untuk tetap menjalankan misi saya dengan segenap kemampuan yang ada! Salam!

http://tempointeraktif.com/hg/buku/2010/06/25/brk,20100625-258362,id.html

•June 25, 2010 • 1 Comment

http://www.tempointeraktif.com/hg/buku/2010/06/25/brk,20100625-258362,id.html

:: GOOD LAWYER Season 2 – proudly launch 11 June 2010 ::

•May 21, 2010 • Leave a Comment
GOOD LAWYER Season 2

GOOD LAWYER Season 2

:: Failed – SEO Contest ::

•May 13, 2010 • 9 Comments

Kegagalan memang bukan target dari suatu project, dan selalu menjadi satu hal yang paling ditakuti. Saya baru saja mengalami kegagalan dalam kompetisi SEO yang saya adakan.

Meski saya seorang blogger, saya memang bukan seseorang yang bisa online 24 jam sehari di depan komputer untuk dapat berseluncur di dunia maya. Tanpa bermaksud menyalahkan siapapun atas kegagalan ini kecuali diri saya sendiri, sejujurnya saya hanya tahu soal SEO dari Mbak Ajeng, dan mengikuti saran beliau untuk mengadakan kompetisi seperti ini. Awalnya saya hanya ingin mengadakan book review contest karena lebih simple dan saya yakin tidak semua blogger tahu banyak mengenai teknis SEO. Tetapi tak ada salahnya kan mengikuti saran baik dan mencoba hal baru? But this is it, saya juga harus menerima jika hasilnya di luar perkiraan saya. Saya tidak menemukan banyak peserta yang mengikuti kompetisi ini, hingga hanya 3 link yang berhasil saya temukan. Saya juga tidak menerima e-mail pemberitahuan bahwa peserta sudah mengikuti kompetisi ini. Terima kasih banyak kepada Mbak Ajeng dan Gajah Pesing yang sudah berusaha semaksimal mungkin membantu saya, juga teman-teman blogger yang tetap mendukung aktifitas saya! I really appreciate it, guys!

Anyway, saya ingin mengucapkan terima kasih atas partisipasi 3 blogger yang link-nya berhasil saya temukan sendiri. Link-link ini sudah saya pasang di profile facebook saya. Dan karena kegagalan kompetisi ini, saya tidak bisa melakukan penjurian seperti yang dipersyaratkan sebelumnya. Oleh karenanya kepada 3 peserta ini saya akan memberikan hadiah apresiasi sebesar masing-masing Rp. 500,000 (Lima Ratus Ribu Rupiah) atas jerih payah mereka. Berikut adalah link-link tersebut :

http://blog.wongsableng.com/kompetisi-risa-amrikasari-especially-for-you.html

http://blog.didut.net/2010/04/20/kompetisi-risa-amrikasari-especially-for-you

KOMPETISI RISA AMRIKASARI ESPECIALLY FOR YOU

Mohon maaf jika telah terjadi ke-tidaknyamanan, dan mudah-mudahan di kompetisi mendatang akan lebih baik lagi. Bagi yang link-nya tertulis di atas, harap mengirimkan nomor rekening untuk mengirimkan hadiahnya.

:: Kontes SEO dan Book-Review Rose Heart ::

•March 26, 2010 • 9 Comments

Setelah sukses “Kontes Berfoto Cantik Bersama ‘Jeung EfY” kembali ROSE HEART WRITERS mengadakan Kompetisi Resensi Buku ‘Especially For You’ karangan Risa Amrikasari aka Rose Heart dengan misi buku meningkatkan rasa percaya diri, kualitas, dan terutama kebebasan berpikir para perempuan di Indonesia.

Sejalan dengan Kontes SEO yang diadakan Komunitas Blogger Bekasi yang bertajuk Blogger Bersih Partisipasi Blogger. Risa Amrikasari mengadakan Kontes SEO Kompetisi Resensi buku “Especially for You – A Collection of Self Motivation Articles for Tough Women Only” kali ini terbuka untuk Blogger secara umum dan tidak dipungut biaya.

Keyword : Kompetisi Risa Amrikasari Especially For You

Ketentuan Kompetisi :

  • 1. Resensi buku harus sedikitnya 600 kata-kata (tidak lebih dari 1.500 kata) dan harus dipublikasikan di blog peserta dengan satu salinan untuk dikirim ke jeungefy@yahoo.com — menyertakan nama alamat e-mail, nomor kontak yang bisa dihubungi serta URL blognya yang berisi posting resensinya.
  • 2. Kompetisi ini akan dilakukan melalui 2 (dua) tahap penjurian — tahap pertama yaitu SEO Competion yang akan dimulai dari tanggal 26 Maret 2010 dan akan diakhiri pada tanggal 26 April 2010 pada http://www.google.com
  • 3. Dua puluh urutan SEO teratas (yang di-captured panitia) akan dilakukan penjurian tahap kedua.
  • 4. Pemenang akan diumumkan pada tanggal 7 Mei 2010 dan Keputusan Juri TIDAK DAPAT DIGANGGU GUGAT.

Hadiah Resensi :

  • Juara I   : Uang tunai  Rp. 2,000,000 dan  resensi akan dipublikasikan pada buku baru Rose Heart
  • Juara II   : Uang tunai  Rp. 1,500,000 dan  resensi akan dipublikasikan pada buku baru Rose Heart
  • Juara III   : Uang tunai  Rp. 1,000,000 dan  resensi akan dipublikasikan pada buku baru Rose Heart .

Pesyaratan :

1. Kompetisi Resensi Buku ‘Especially for You‘ tentu saja peserta harus membeli atau mempunyai buku tersebut  dengan bukti foto pada posting anda.

2.  Memasang banner yang kodenya khusus dari panitia (tidak boleh di-edit) sebagai bukti keikutsertaan pada Kompetisi Resensi Buku ‘Especially for You‘ dan link harus diarahkan ke Risa Amrikasari Blog

3. Banner : sourcode-nya silahkan dicopy :

<a href=”https://amrikasari.wordpress.com” title=”The Rose Heart Book-Review Competition”><img src=”http://gajahpesing.net/images/banner-roseheart.gif” alt=”The Rose Heart Book-Review Competition” border=”0″></a>

4 . Hasil Capture dari http://www.google.com akan dipublish Risa Amrikasari Blog dan  Muslimah Blog

5. Dua puluh link teratas yang berhasil masuk nominasi, akan diserahkan ke Dewan Juri untuk dilanjutkan dengan penilaian konten.

6 . Panitia berhak meninjau ulang peraturan seperti menambah, mengurangi peraturan menyesuaikan dengan perkembangan kompetisi lomba. Untuk hal yang ini tidak bisa diganggu gugat.

Selamat Berkompetisi! 😉

:: Ketika HATI Berlomba dengan JARI, Hadirkan OTAK sebagai JURI ::

•March 26, 2010 • 1 Comment

“Menulislah dengan hati”

Sounds familiar ya?

Suatu ketika, beberapa saat sebelum Obama terpilih sebagai presiden Amerika Serikat, sebuah media cetak pernah memuat suatu artikel yang intinya mengungkapkan hasil penelitian mengenai seberapa besar kemudahan akses teknologi email melalui ‘Blackberry’ akan membuat seseorang seperti Obama dikhawatirkan akan mengambil keputusan-keputusan penting dengan pertimbangan yang kurang matang karena pada saat itu Obama mengatakan akan tetap mengakses email-emailnya melalui Blackberry sehingga dia akan cepat ter-update akan situasi yang terjadi pada masyarakat Amerika Serikat maupun dunia. Saat itu, selesai membaca artikel, saya hanya berhenti sampai di situ saja, karena toh Obama bukan presiden Indonesia. Lagipula, seorang Obama tentunya tidak hanya akan menulis dengan hati ketika menuliskan sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaannya. Tetapi pesan bahwa kemudahan teknologi kemungkinan akan membuat seseorang kurang hati-hati dalam menanggapi sesuatu, tetap terpatri dalam ingatan saya.

Beberapa bulan lalu, kemudahan teknologi itu akhirnya sampai juga di Indonesia. Dan kemudahan untuk mendapatkan Blackberry itu membuat hampir semua kalangan menengah ke atas, mampu membelinya, entah karena barang yang dibeli adalah barang dari black market, kredit, maupun karena pergantian model yang lebih baru sehingga model lama yang feature dan kemampuannya tidak jauh dengan model terbaru juga turun harga.

Sebelum Blackberry mudah didapat, fasilitas ini biasanya pada perusahaan-perusahaan hanya diberikan pada pejabat dengan posisi tertentu yang mengharuskannya bisa mengakses email dimanapun mereka berada dan mobilitas kerjanya sangat tinggi. Keadaan itu berubah sejak terjadinya perubahan seperti yang saya sebut di atas tadi.

Tentu saja hal ini sangat menggembirakan, karena dengan demikian siapapun bisa menikmati fasilitas ini dengan mudah. Akan tetapi di sisi lain, sepertinya memang untuk hal-hal yang berhubungan dengan komunikasi tertulis, seperti e-mail perlu kedewasaan dan tanggung jawab dalam memanfaatkan fasilitas ini.

Sebuah e-mail (electronic mail), fungsinya sama dengan surat biasa. Kelebihannya adalah e-mail bisa terkirim dalam waktu cepat dan sampai kepada si penerima pesan lebih cepat daripada sebuah surat biasa. Penulisan e-mail pun terkesan tidak seformal surat biasa. Akan tetapi, e-mail sekarang ini sudah bisa menjadi barang bukti di pengadilan, oleh karenanya sudah sepatutnyalah ketika kita menulis e-mail, tetap berpegang pada prinsip-prinsip kesopanan, etika berkomunikasi, dan kesusilaan.

Sayangnya, kembali mengingat apa yang dikhawatirkan oleh media yang menulis tentang Obama saat itu, sepertinya sekarang ini semua yang diungkapkan sudah menjadi kenyataan. Bukan terhadap Obama, tapi secara umum. Untuk Obama, lagi-lagi saya tidak tahu, karena bagi saya dia hanyalah presiden Amerika Serikat, meski saya mengaguminya, tapi tetap saja saya tidak merasa harus tahu perkembangan beliau.

Tanpa bermaksud mengecilkan arti para pemilik Blackberry baru, rasanya kemudahan itu membuat sebagian orang menjadi tidak lagi bisa membedakan antara menulis SMS dengan menulis e-mail.

Yang pertama dan paling mudah dikenali adalah dari cara menulis e-mail yang banyak mempergunakan singkatan. Seringkali bahkan kita harus berpikir keras untuk menebak singkatan ini maksudnya apa ya?

Yang kedua dari cara penyampaian sebuah pesan. Banyak pengguna fasilitas ini, yang tadinya kalau menulis e-mail harus duduk berkonsentrasi dalam menyusun kalimat-kalimat yang baik, sopan dan bagus, sekarang bisa mengetik e-mailnya dimanapun, bahkan sambil berjalan, seperti sedang mengetik SMS.

Jika e-mail tersebut hanyalah e-mail yang tidak terlalu penting, tidak akan terlalu beresiko. Akan tetapi jika e-mail tersebut dikirimkan kepada seseorang yang berhubungan dengan pekerjaan ataupun profesionalisme, maka bukan tidak mungkin akan terjadi misscommunication hanya karena penyampaiannya yang terburu-buru, tidak jelas, dan bahasa yang dipergunakan kurang berpegang pada etika berkomunikasi.

Ada 10 hal-hal mendasar dari etika berkomunikasi :

  1. Berpegang pada prinsip mencari kalimat terbaik dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain;
  2. Mendengarkan ketika yang lain menyampaikan pendapat;
  3. Tidak judgemental;
  4. Bicara berdasarkan pengalaman dan perspektif pribadi, mengungkapkan pikiran, kebutuhan, dan perasaan;
  5. Berusaha mengerti orang lain dan tidak selalu merasa benar sendiri;
  6. Hindari berbicara mengatasnamakan orang lain, umpamanya dengan mempergunakan pendapat orang lain dalam universalisasi pendapat pribadi, keyakinan, nilai-nilai dan kesimpulan yang diambil;
  7. Mengatur batasan personal dengan hanya membagi informasi yang nyaman untuk dibagi;
  8. Menghargai batasan personal orang lain;
  9. Hindari memotong pembicaraan;
  10. Pastikan bahwa semua pihak punya kesempatan untuk menyampaikan pendapat.

    10 dasar etika berkomunikasi ini memang adalah hal-hal yang ideal. Yang 100% ideal, memang butuh disiplin dan usaha yang keras untuk dapat mencapainya. Tapi setidaknya, jika tiap-tiap dari kita berusaha saja untuk menuju ke arah ideal, setidaknya akan mengurangi ketidak-nyamanan dalam berkomunikasi.

    Pada kebanyakan orang yang belum menyadari bahwa sebuah e-mail seringkali berfungsi hampir sama seperti surat, biasanya tidak semaksimal mungkin mempergunakan kesempatan mengirimkan e-mail ini. Seperti mengetik sms, bahasa yang dipergunakan tidak formal dan asal bunyi. Dalam hal ini sepertinya meski telah terjadi pergeseran fungsi e-mail dari tidak dianggap formal menjadi semi formal, kemudian karena para penggunanya tidak terlalu bertanggung jawab dalam mempergunakannya, maka fungsi tadi terpaksa bergeser lagi karena kelalaian penggunanya sendiri.

    Saya biasanya mendiamkan dulu pesan-pesan yang butuh pertimbangan dalam menjawabnya. Kebanyakan pengguna Blackberry yang sudah dewasa pasti akan melakukan hal yang sama dengan saya. Tapi apa jadinya ketika kita yang selalu serius menanggapi email penting kemudian menemukan kenyataan bahwa pihak lain menjadi tidak perlu berpikir masak sebelum mengetikkan pesannya untuk menjawab pesan kita? Ada ketidak-seimbangan di sini. Ada juga kesan meremehkan dan bahkan yang lebih parah, seperti tidak tahu etika. Ini bisa mengakibatkan ‘miss-communication’ dan merusak hubungan profesional ataupun pertemanan yang terjadi. Karena pada dasarnya, serius atau tidaknya isi sebuah e-mail, tetap saja harus berpegang pada etika, moral, dan kesopanan. Akan lebih baik jika setiap orang menyadari bahwa ketika HATI beradu cepat dengan JARI, maka saat itulah kehadiran OTAK sangat diperlukan untuk menentukan pemenangnya.

    Jangan sampai image diri menjadi berubah hanya karena jari-jari kita lebih cepat menuangkan isi hati tanpa memikirkan kembali substansi pesan yang ingin kita sampaikan. Jangan sampai orang menilai kita tidak punya etika hanya karena jari-jari kita terlalu cepat menterjemahkan isi hati daripada pikiran kita.

    Disclaimer :

    Tulisan ini hanya dibuat untuk mengajak para pembaca agar lebih berhati-hati dan selektif dalam menulis pesan ataupun sebuah e-mail, dan utamanya menjaga komunikasi agar tetap berjalan dalam koridor kesopanan tanpa ada maksud mendiskreditkan produk tertentu.

    :: Jatuh Bangun Aku Mencintai…. ::

    •March 18, 2010 • 1 Comment

    Judulnya seperti lagu dangdut ya? Yang mengira saya ingin bicara soal jatuh bangun seperti yang dinyanyikan oleh Kristina, maaf anda salah. Maaf juga kalau anda kecewa 😉 Saya cuma mau cerita soal pengalaman saya menjadi penerbit.




    Mungkin sudah banyak orang yang menulis soal pengalamannya menerbitkan buku, tapi nggak apa-apa deh, bagi saya hal ini tetap saja menjadi pengalaman yang menarik dan tak terlupakan.Dalam setiap talk show yang saya lakukan, selalu ada pertanyaan begini :

    “Apa saja kendala yang dialami dalam pembuatan buku GOOD LAWYER ini?”

    Dan setiap kali mendengar ini saya sepertinya selalu ingin menghela nafas bahkan tiduran sejenak! Hahaha….

    Bukan apa-apa, kalau ditanya kendala, rasanya sampai berhari-hari ceritanya nggak akan selesai. Tapi dalam setiap talk show pun tidak mungkin menceritakan semua kendala, karena hanya akan membuat yang mendengar jadi seperti sedang dicurhati! :))

    Anyway, sebenarnya sih agak kurang tepat juga kalau apa yang ingin saya share ini disebut kendala. Saya lebih suka menyebutnya sebagai ‘tantangan’, karena perjalanan penerbitan buku ini benar-benar suatu tantangan yang sangat besar! See? Belum selesai bercerita di sini saja saya sudah ingin tiduran lagi!*hihi…

    Sebenarnya kalau saya hanya menjadi penulis saja, saya tidak akan begitu mudah ingin ‘tiduran’ setiap pertanyaan itu muncul. Tapi yang saya lakukan justru membuat saya ingin membagi pengalaman saya dengan para penulis lain, dan lagi-lagi, terutama para penulis baru.

    Jika anda memang yakin bahwa anda adalah seorang penulis yang baik dan karya anda ingin dapat dinikmati oleh pembaca dimanapun, maka hal yang harus anda coba adalah menjadi penerbit dari buku anda sendiri! Sulitkah menjadi penerbit?

    Sulit!

    Wih….tentu saja sulit bagi yang malas atau belum mantap mencobanya!

    Sayapun tak pernah membayangkan bahwa saya akan menjadi penerbit dan buku saya bisa dibaca oleh banyak orang. Hanya modal nekat, kreatifitas, dan dukungan yang saya dapat dari orang-orang terdekat saya yang membuat langkah saya tak terbendung.

    Dale Carnegie mengatakan : “Most of the important things in the world have been accomplished by people who have kept on trying when there seemed to be no hope at all”

    Saya tidak tahu siapa Dale Carnegie. Yang saya tahu kalimat penyemangatnya bagus!

    Tantangan yang pertama adalah bahwa para penulis yang menulis cerita hukum ini bukanlah orang-orang yang berlatar belakang pendidikan hukum, tapi mereka berani menerima tantangan saya untuk menulis cerita berlatar belakang hukum. Butuh ekstra kerja keras untuk membuat cerita hukum, dan kenyataannya itu sangatlah sulit! Belum lagi ketika saya harus sibuk berdebat dengan salah satu peserta kompetisi yang sebenarnya karyanya tidak pantas untuk di-publish tapi sudah menodong saya soal royalti! 🙂

    Sekarang tantangan terbesar nih, menerbitkan buku. Adakah penerbit yang mau menerbitkan sebuah buku yang ditulis oleh para penulis baru dan temanya bukan trend pasar?

    Tidak ada!

    Kalau tidak ada, apakah saya harus berhenti? Of course not!

    Dengan kebutaan yang amat sangat mengenai proses penerbitan dan segala paketnya, perijinannya, pencetakan buku, serta pendistribusian buku, saya mencoba menapaki semua itu. Dengan dukungan motivasi dari teman-teman dekat saya di Rose Heart Writers, semua hal yang berhubungan dengan ‘hitam’nya dunia penerbitan dan distribusi bukupun saya lalui dengan tegar.

    Sebenarnya ini bukan pertama kalinya saya membuat buku. Sebelumnya saya juga sudah pernah membuat dua buku, akan tetapi tidak menerbitkannya. Hanya mencetak lalu membagikannya kepada kalangan terbatas.

    Lalu, dimana sih letak kesulitannya? Kan sama-sama mencetak buku?

    Well, betul, memang sama-sama mencetak buku, tapi pada proses penerbitan, yang harus kita lakukan bukan cuma mencetak, tetapi diikuti oleh proses-proses yang lain yang tentu saja butuh perhatian khusus untuk melakukannya.

    Kalau penerbitan besar yang sudah tertata rapi manajemennya, untuk setiap bagian ada penanggung jawabnya. Tetapi jika kita menerbitkan buku sendiri, semua hal harus kita kerjakan sendiri juga.

    Setelah mendapatkan naskah untuk dibukukan, langkah yang harus dilakukan selanjutnya adalah mengedit, me-layout, mendesain cover, membuat dummy, dan….menyiapkan dana untuk mencetak bukunya, of course!

    Lalu, setelah cetak apa yang harus dilakukan?

    Proses pencetakan buku itu biasanya 2 minggu. Sambil menunggu buku selesai, saya mulai mencari distributor.

    Sebagai penerbit baru dan pribadi, distributor mana yang mau mendistribusikan buku saya? Memang banyak sekali perusahaan distribusi di Indonesia ini, tapi mencari distributor yang jujur? Perlu networking yang sangat bagus! Salah satu distributor terkemuka malah ingin mendapat bagian 65 persen dari hasil penjualan! Lalu di tempat lain, para ‘calo’ yang kebetulan adalah bagian procurement dari perusahaan distribusi itu berusaha menjegal jika tidak ada bagian untuk mereka. Sadis? Tidak tahu juga, tapi saya yakin uang yang didapatkan dengan memanfaatkan kelemahan orang lain tidaklah akan membuat seseorang menjadi kaya!

    Untungnya saya kemudian diperkenalkan dengan seorang perempuan baik hati yang menjadi pimpinan dari salah satu distributor besar yang ada di Indonesia. Pertemuan pertama kami begitu menghasilkan pembicaraan yang sangat baik, dan kerjasama pun terjadi atas dasar niat baik dan yang terpenting adalah trust. GOOD LAWYER bukanlah buku yang semata-mata bersifat komersial karena di balik penerbitannya, terkandung dua misi yang sangat besar, membantu para penulis baru dan memperkenalkan hukum kepada masyarakat.

    Apakah semudah itu saya mendapatkan distributor? Sudah pasti tidak!

    Dunia penerbitan buku yang bisa saya katakan sepertinya masuk ke dalam kategori “monopoli” memberikan begitu banyak pengalaman yang sangat berharga buat saya. Mulai dari tertatih mencari informasi mengenai proses pendaftaran ISBN, mencari percetakan, mencari distributor, promosi buku, sampai ke urusan penjualan.

    Ketika urusan pencarian distributor selesai, langkah selanjutnya adalah memikirkan model promosi seperti apa yang akan saya lakukan. Target saya saat itu memang bukan untuk benar-benar berjualan dalam arti meraup keuntungan materi. Target saya berbeda dengan penerbit lain. Target saya adalah membantu para penulis pemula, sekaligus menjadikan buku itu sebagai kendaraan saya untuk bisa mendekatkan masyarakat kepada hukum. Dengan dukungan penuh dari adik saya tersayang, Bharata dan kekasih saya tercinta, Mas Dwiyanto, yang selalu memberikan cintanya dengan selalu membantu saya dalam segala hal, maka jadilah saya mengadakan promosi besar-besaran yang dianggap oleh beberapa kalangan pengamat dan pecinta buku adalah cara yang tidak biasa. Nevermind with other people judgment about it, I moved forward with my own strategy!

    Bukan tanpa kendala apapun, tapi semuanya saya anggap sebagai suatu pelajaran yang sangat berharga.

    Jika ada orang berpikir bahwa usaha menerbitkan buku selesai sampai buku terpajang di toko buku, itu salah! Justru di situlah segala perjuangan mulai menapaki track-nya. Kenapa saya katakan begitu?

    Karena sistem yang seperti monopoli tadi, maka tidaklah mudah bagi penerbit kecil, apalagi yang baru memulainya seperti saya, akan bisa bersaing dengan penerbit-penerbit lainnya. Itu sebabnya saya selalu ingin membuat buku yang unik dan belum dibuat orang, dan tidak mengikuti trend pasar!

    Jika kita pergi ke toko buku dan melihat begitu banyak buku yang terpajang, apakah kita pernah berpikir bagaimana sampai buku-buku tersebut berada di deretan ‘display’ terbaik? Berdasarkan apa penilaiannya hingga buku kita bisa diletakkan di tempat strategis dan mudah dilihat orang? Apakah mereka membaca semua buku yang masuk? Tentu saja tidak. Di situ ada lagi persaingan yang bisa dikatakan ‘tidak sepenuhnya’ jujur. Buku-buku yang bukan keluaran penerbit besar atau ditulis oleh penulis terkenal, biasanya tidak akan mampu bersaing untuk mendapatkan tempat di ‘floor display’ apalagi di bagian ‘buku laris’! Saya mendengar ada semacam permainan yang bisa diatur di situ, tapi karena saya tidak terjun langsung dalam proses itu, saya tidak tahu apakah itu benar atau tidak.

    Pengalaman pertama pada buku GOOD LAWYER (GL), awalnya kalau bukan karena hubungan baik distributor saya dengan pihak toko, mungkin buku saya tidak akan bisa terpajang di floor display. Tapi dalam penerbitan buku GL selain mendapatkan begitu banyak kesedihan, saya juga mendapatkan banyak uluran tangan Tuhan yang selalu memberikan ‘hadiah’nya setiap kali saya berhasil melewati cobaannya. Mungkin karena misi sosial dari buku ini pula lah yang menyebabkan saya diberi kemudahan juga dalam menerbitkannya. Meski saya harus jatuh bangun, bahkan sampai sempat pingsan dan jatuh sakit ketika tahu bahwa 3000 buku pertama yang saya cetak terjadi kesalahan dalam pemilihan kertas, tetapi dukungan semangat dan kekuatan dari semua orang-orang terdekat saya termasuk juga rekan-rekan RHW, saya mampu melewatinya dengan tabah.

    Itu sebabnya ketika pada terbitan ‘Especially for You’, pihak toko buku sendiri yang meminta banyak stock supaya bisa memajang buku saya di bagian depan deretan buku baru, distributor saya begitu ‘excited’ menelepon saya untuk mengabarkan berita gembira itu. Menurut distributor, pihak toko buku sangat tertarik dengan buku saya hingga tanpa ‘dilobby’ pun mereka meminta tambahan stock untuk dipajang di ‘front display’. Sungguh sesuatu yang sangat memompa semangat saya.

    Bisnis penerbitan bukan hal yang mudah. Perlu juga komitmen dan kecintaan dalam melakukannya jika ingin berhasil. Tapi tidak ada yang sulit jika kita mau berusaha, dan saya sudah membuktikan itu.

    Sebagai penerbit baru sekaligus penulis buku, saya merasa mendapatkan begitu banyak tambahan pengetahuan dari hal-hal yang sama sekali tadinya tidak pernah terlintas dalam pikiran saya.

    Misi saya menerbitkan buku sendiri adalah terutama agar pesan-pesan yang saya ingin sampaikan kepada masyarakat Indonesia bisa tersampaikan tanpa terhalang oleh batasan-batasan yang dibuat oleh penerbit-penerbit lain jika saya hanya mengirimkan naskah saja untuk menerbitkan. Idealisme saya tidak bisa dibeli dengan 10 atau bahkan 15 persen dari bagian saya jika saya hanya menyerahkan naskah kepada penerbit lain. Misi saya harus bisa terlaksana. Jika anda seorang penulis yang juga memiliki idealisme atau misi tertentu, sebaiknya anda menerbitkan sendiri saja buku anda sehingga tidak tergantung kepada penerbit.

    Sebagai penerbit pun misi dan idealisme saya sampai saat ini masih tetap menyentuh lahan sosial. Saya tetap tidak mau mengikuti trend pasar, apalagi menerbitkan buku sekedar mencari recehan. Apakah saya terdengar sombong dengan mengatakan recehan? Tidak apa-apa. Tapi yang saya katakan itu adalah sebuah kejujuran. Jika anda penulis dan berharap akan kaya dengan hasil tulisan anda tanpa publikasi atau promosi yang besar-besaran, saya hanya ingin mengatakan – “Congratulations, you have entered the dream world!”.

    Menerbitkan buku adalah pekerjaan berat, jika anda juga menulis buku tersebut. Hasil materi yang anda dapat tidak akan sebanding dengan segala kerja keras yang telah tercurah, untuk itu menjadi penulis memang butuh tekad dan idealisme sendiri untuk tidak menjadi individu yang ‘mata duitan’.

    Setiap buku yang saya terbitkan lahir dari rasa cinta saya. Meski untuk itu saya harus jatuh bangun, tak kan pernah ada yang bisa menghentikan saya untuk meraih apa yang saya cintai…:)

    :: Never manipulate your friends, time will tell whether you deserve the friendship or not! ::

    •March 16, 2010 • 4 Comments

    *Melihat kiri kanan dan mengamati siapa saja yang sudah hadir. ‘Sofa sepertinya tempat ternyaman buat ngerumpi, I’ll take that!’. Duduk di sofa sambil menyeruput secangkir cappucino dan menyalakan sebatang rokok. Sebagian yang ada di situ melotot tak suka akan asap rokok. Sebuah senyum manis diberikan agar diberi pemakluman. Terima kasih atas ketulusannya menerima saya apa adanya.*

    “So, let’s start this discussion!”

    My dear friends,

    Pernahkah anda sebentar saja mengingatkan pada diri sendiri bahwa kita hanya bisa menikmati hidup ini sekali saja? Pasti pernah!

    Pernah jugakah anda sekali saja memikirkan bahwa meraih sebuah kepercayaan adalah hal yang sangat sulit? Pasti pernah!

    Cuma sering lupa!

    Ya, itu masalahnya. Sering lupa. So, I’m here just to ask you to spare just 5 minutes to remember about our friendship. Jika nanti ada yang tersinggung, saya mengerti. Anda boleh marah, dan saya akan beritahu anda kenapa saya mengatakan itu.

    Sebagai mahluk sosial yang setiap saat berinteraksi dengan sesama manusia, kita pasti tahu bahwa manusia itu punya rasa dan perasaan. Semua pasti setuju bahwa masa-masa pendekatan dengan beberapa teman terasa begitu indah di awal, tapi sebagian orang tidak tahu bagaimana cara merawat dan menghormati persahabatan itu. Yang tidak setuju, silahkan ajukan keberatannya melalui pengacara saya!*tsaaah…hihi… Serius amat sih? Nyantai dunkss kaya’ di pantai….

    Ok, let’s continue.

    Hidup yang cuma sekali ini, tidakkah akan begitu sia-sia jika tidak kita jalani dengan hati yang lapang tanpa harus berpura-pura? Bayangkan jika anda harus bersandiwara seumur hidup anda! *kalau dibayar sih nggak apa-apa kali ya? Toh cuma akting dan memang itu bagian dari mata pencaharian.

    But wait a second. Mata pencaharian? Iya dunks. Itu para pemain film dan sinetron, kan harus berpura-pura selama mereka berakting menjadi orang lain ketika mereka bekerja.

    Kalau pekerjaan kita memang seorang aktor atau aktris ya wajar saja berakting, dalam pekerjaan lho, dan itu hampir setiap saat mereka harus menjadi orang lain karena pekerjaannya mungkin hampir separuh hidupnya. Tapi kalau yang bukan aktor atau aktris selalu bersandiwara dan menjadi orang lain setiap saat dalam hidup kita termasuk kepada orang-orang terdekat kita, bagaimana ya rasanya?

    *asap rokok mengepul di ruangan, beberapa orang kembali pasang wajah kecut, but what can they do, I haven’t finished my talk*

    Para psikolog sering menyebut orang-orang ini sebagai pribadi ganda. Mereka bisa berubah-ubah sikap seperti bunglon. Bicaranya selalu berbeda di sana-sini.

    Mari kita sama-sama renungkan lagi. Enak nggak sih kalau kita seharian berbohong dan menipu banyak orang dengan kepura-puraan kita? Ketika malam datang dan kesendirian menghampiri, sebelum tidur, tidakkah banyak sekali beban yang tak sanggup terangkat sebelum mata tertutup sejenak?

    Sebagian kecil mungkin terangkat. Sebagian besar tidak. Ketika pagi datang, sandiwara baru dilanjutkan. Bagi yang sudah mahir ‘menyamar’ dia hanya akan sedikit terpeleset ketika melanjutkan kebohongannya. Bagi yang belum mahir, kebohongannya akan membuat orang ‘ternganga’ ketika informasi yang mengalir dari mulutnya berbeda, tapi tak tega untuk menegur. Yah, memang masyarakat kita sangat santun, kata para pengamat di TV, masyarakat kita sangat ‘permissive’ artinya banyak memberi toleransi kepada perbuatan-perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan, jadi ya biasanya kalau ada yang berbohong, hanya menggumam dalam hati.

    Itu sebabnya jika saya menemukan orang yang berbohong, kemudian orang tersebut saya tegur “ah, bohong loe”, orang tersebut akan lebih marah kepada saya. Padahal harusnya yang marah kan saya, karena saya yang dibohongi. Tapi biasanya orang yang sedang berbohong menjadi malu ketika tertangkap kebohongannya, dan bukannya dengan berani mengakui, malah menjadi marah.

    Sekarang saya tanya kepada anda. Apakah anda mau berteman dengan orang seperti itu? Atau memang anda orang yang seperti itu?

    Pertanyaan pertama akan dijawab : “Tentu saja tidak, kan saya minum combantrin!” *oops salah ya? Hihihi… Pasti nggak mau kan punya teman seperti itu?

    Pertanyaan kedua juga akan dijawab : “Tentu saja tidak. Saya orang yang suka berterus terang dan apa adanya!”

    Pertanyaan kedua ini mengandung dua arti.
    1. Dia mengatakan yang sebenarnya.
    2. Dia sedang menipu dirinya sendiri dan orang lain, dengan kata lain “HIDUP BOHONG!”

    Sekali lagi saya ingin mengajak anda untuk merenungkan dan membongkar isi pikiran terdalam anda, “Tidak kah kita lelah jika harus bersandiwara sepanjang hidup kita hanya untuk membuat semua orang kagum dan senang berdekatan dengan kita tanpa kita sendiri peduli apakah kita nyaman atau tidak?”

    Jawabannya tentu terpulang pada masing-masing pribadi.

    Jangan pernah merasa bahwa teman adalah seseorang yang harus memberikan seluruh fasilitas kepada anda. Jika anda berteman, justru anda harus saling membantu dan mendukung, bukan menggerogoti orang yang anda sebut sebagai “teman” atau bahkan lebih parahnya lagi “sahabat’. Betapa memuakkan ketika seseorang berkata kepada anda bahwa ia adalah sahabat terbaik anda tapi anda tak pernah tahu apa sebenarnya maksud orang tersebut ingin berada di dekat anda. Buang jauh-jauh pikiran bahwa menipu diri sendiri itu adalah lebih baik karena tidak akan ada orang yang tahu. Itu salah! Teman atau sahabat adalah orang yang akan menerima kita apa adanya, dan siap menahan kita dari bawah ketika kita jatuh. Jika saja semua orang berpikir seperti itu, mungkin kamuflase dalam berteman tidak akan lagi begitu marak.

    “For me, it takes strength to feel a friend’s pain. It takes courage to feel my own pain. Never manipulate your friends, time will tell whether you deserve the friendship or not.”

    :: My Personal Corner of Sarasehan Blogger 2010 ::

    •March 7, 2010 • 29 Comments

    Sebagai salah satu pengisi acara dalam Sarasehan Amprokan Blogger 2010, dan sebagai Blogger, tentu saja saya juga ingin menulis kesan-kesan saya terhadap acara yang saya ikuti tadi malam. Meski Pak Walikota menjanjikan ada hadiah bagi pembuat reportase terbaik, tapi catatan ini bukan sebagai salah satu peserta lomba tentu saja.

    Ketika saya mendapat undangan dari Mbak Ajeng untuk mengisi acara talk show, saya sempat menanyakan beberapa kali mengenai fiksasi dari acara dan topik yang akan dibicarakan dalam talk show. Bukan apa-apa, saya terbiasa profesional dalam segala hal, dan jika saya harus menghadiri suatu talk show, maka yang akan hadir bukan hanya saya tetapi ‘team Rose Heart Writers’. Team Rose Heart Writers (RHW)terdiri dari anggota komunitas RHW yang membantu saya dalam menangani souvenir, gift, fotografer, dan publikasi. Oleh karenanya ketika saya melihat perubahan acara dimana saya dan Jane masuk dalam sesi 1 jam yang digabung dengan Enda, saya sempat berpikir akan terlalu banyak persiapan yang harus saya lakukan dan jika slot waktu yang diberikan hanya beberapa menit, itu tidak akan seimbang dengan persiapan saya.

    Mbak Ajeng kemudian merapatkan dengan panitia hingga akhirnya slot saya dan Jane dibuat terpisah untuk 1 jam. Saat itulah saya menyetujui untuk hadir. Komitmen dibuat. Saya akan hadir bersama Jane. Kehadiran Jane sebagai salah satu artis yang juga blogger memang salah satu sumbangan saya untuk acara ini sesuai dengan permintaan Mbak Ajeng. Aktifitas saya yang padat dan keberadaan Jane yang kebetulan juga adalah salah satu anggota RHW dengan  schedule ketat, menjadikan kepastian atas slot waktu yang pasti sangatlah penting. Oleh karenanya saya harus memastikan itu sebelum membuat komitmen apapun.

    Pukul 19.15 saya sudah tiba di lokasi. Saya bahkan sempat sedikit tegang karena perjalanan ke Bekasi dari tempat tinggal saya sangat jauh. Belum lagi hujan yang begitu deras dengan halilintar yang mengiringinya. Bagi pendatang yang di luar Bekasi, memang perlu perjuangan berat untuk bisa tiba di lokasi. Tiba di sana acara belum dimulai, dan memang semua yang sudah direncanakan dengan rapi pun tak selalu berjalan mulus jika masih ada kendala yang berhubungan dengan kondisi di luar kendali manusia, seperti hujan dan kemacetan yang sepertinya sudah menjadi pasangan jiwa.

    Acara baru benar-benar dimulai sekitar lewat pukul 20.00 WIB setelah walikota datang. Protokoler Pemda seketika juga merubah susunan acara. Saya mendengar panitia dan protokoler Pemda berdiskusi atau lebih tepatnya pihak Pemda menginstruksikan agar setiap pembicara hanya diberi waktu 10 menit dengan alasan keesokan harinya masih ada acara dan mereka harus selesai secepatnya.

    Saya juga mendengar pihak panitia berusaha menjelaskan bahwa ada acara talk show yang tidak dapat dipotong menjadi hanya 10 menit, tetapi pihak Pemda bersikukuh bahwa jatah setiap pembicara hanya 10 menit!

    Sebenarnya jika saja saya tak menghargai usaha rekan-rekan sesama blogger yang menjadi panitia, saat itu juga saya bisa tiba-tiba berbalik badan, membatalkan acara saya dan meninggalkan tempat. Tapi ini bukan kesalahan panitia, di bawah instruksi Pemda, mereka harus mengikuti alur birokrasi yang ada. Sejujurnya, saya merasa, jika kita berurusan dengan pihak pemerintah, seolah-olah ada ‘perintah’ yang harus dituruti tanpa mempedulikan aspek-aspek lain di luar kepentingan pihak mereka sendiri.

    Pihak panitia sampai beberapa kali meminta maaf pada saya atas perubahan itu, dan karena saat itu saya juga masih menunggu Jane yang juga terhalang kendala hujan dan pesawat delay, maka saya tetap bersabar menunggu giliran saya untuk bicara. Tapi saya tetap berpikir waktu 10 menit adalah waktu yang sangat ‘basa-basi’. Pihak panitia telah berusaha meyakinkan bahwa puncak acara adalah talk show saya karena di moment itulah para blogger diharapkan bisa saling curhat dan berdiskusi mengenai dunia blogging dan penulisan. I mean ‘what can we say in 10 minutes’? Itu bukan talk show! Setidaknya 1 jam adalah waktu yang paling minim untuk sebuah talk show dan ini bukan pertama kalinya saya mendapat undangan ataupun mengadakan talk show! :))

    Tetapi rupanya sajian musik yang ‘ala kadarnya’ lebih menarik untuk ditampilkan. Penampilan band-band berprestasi dari Bekasi menurut saya adalah hal yang baik dalam mendukung kreatifitas. Tetapi ada hiburan juga yang artisnya sudah ada di sana, hingga acara talk show harus digeser lebih malam lagi dan itu justru membuat usaha Jane untuk ‘ngotot’ datang meski sudah saya ‘usir’ untuk pulang saja ketika masih di perjalanan — tak sia-sia. Tetapi saya jadi berpikir lagi, kenapa saya mesti datang jam 7? Harusnya saya datang jam 10 saja! 🙂

    Sesi lagu yang diisi oleh Jelly Tobing cukup menghibur. Tetapi saya tetap bisa merasakan ada suatu hambatan emosional yang dialami oleh para blogger. Sepertinya mereka jenuh dengan lagu-lagu yang sudah dipersembahkan sejak awal acara dan ketika ada kesempatan untuk joget pun mereka harus tetap ‘jaim’ karena biar bagaimanapun di depan walikota gitu loh! Para Blogger seperti sedang meng-entertain jajaran Pemda dengan disuruh menonton walikota dan sekda bernyanyi! *lol — Kenapa bukan BLOGGER saja yang diberi kesempatan bernyanyi kalau acaranya Sarasehan Blogger?

    Iyet Bustami tampil setelah itu. Meski bersuara bagus dengan salah satu lagunya yang terkenal, tapi lagunya tidak terlalu membawa keceriaan. Beberapa bergoyang dari tempatnya menonton tapi tak begitu tertarik untuk maju ke depan panggung dan berjoget. Sungguh bagi saya itu suasana hiburan yang sangat kaku! Kegembiraan itu ekspresi. Keceriaan dan suka cita itu ekspresi. Jika ekspresi itu tak muncul, apakah itu bisa dinamakan hiburan? Entahlah, saya lebih memilih untuk berteman dengan rokok dan blackberry saya di luar area sambil menunggu Jane yang sempat ‘tersasar’ dan sudah hampir sampai.

    Saya baru bisa merasakan suasana ‘hidup’ pada saat talk show. Ketika acara talk show dimulai, dengan gaya kocaknya, Mas Eko Sutrisno memang piawai menjadi moderator. Meski jam sudah menunjukkan pukul 22.30, para blogger yang masih setia di lokasi, begitu antusias mengikuti acara talk show kami. Saya, sebagai blogger, tentu sangat memahami perasaan kami, para blogger. Kami adalah jiwa yang bebas, yang seringkali tak tahan dengan alur birokrasi, bahkan lebih sering meng-kritisi segala hal melalui tulisan-tulisan blog kami. Ketika acara talk show berlangsung, rombongan tamu VIP meninggalkan lokasi dan finally we – blogger – could have our real moment. Moment untuk menjadi diri sendiri dan kembali bebas berekspresi dalam bertukar cerita, berdiskusi, sambil melontarkan komentar-komentar konyol yang makin memeriahkan talk show. Jika sebelumnya mereka hanya diminta menonton penampilan di panggung dan asyik berkutat dengan laptop masing-masing, kali ini mereka merasa terlibat langsung dan kembali menjelma menjadi diri mereka sendiri.

    Talk show selesai hampir tengah malam. Mas Eko — sang moderator — menamainya ‘Midnight Talk Show’. Walikota menyempatkan diri untuk berbagi sepatah dua patah kata dengan para blogger di akhir talk show sambil menagih janji para blogger — membuat reportase acara ulang tahun Bekasi melalui acara Amprokan Blogger. Bahkan walikota menjanjikan hadiah bagi yang menulis reportase. Sayangnya, saat beliau bicara di talk show, belum ada satupun blogger yang menulis reportase, padahal sedari tadi banyak yang tak lepas dari laptop dan koneksi internet mereka. Sebuah cara yang cerdas untuk mempromosikan kota Bekasi melalui para blogger karena blogger memang memiliki kekuatan yang dahsyat di dunia maya dan teknologi bukan lagi penghalang untuk menunjukkan kedahsyatan itu. Fasilitasi ini harus dibayar dengan publikasi — itu kesan saya pribadi — dan tak ada yang salah dengan itu. Sebuah kerjasama yang mutualis. Blogger mendapat kesempatan melakukan kegiatan yang bermanfaat dan sebagai gantinya Blogger harus mempromosikan kota Bekasi.

    Saya tak tahu apakah ada dari para blogger yang menulis tentang ini. Tapi inilah kesan yang saya dapat. Bagaimanapun cara pemda Bekasi merangkul para blogger adalah hal yang sangat patut dicontoh, tapi setidaknya berilah kebebasan untuk tetap mandiri dalam mengelola acara hingga tak setiap hal yang berhubungan dengan pemerintah harus tunduk pada birokrasi yang tak perlu.

    Satu hal yang saya kurang sependapat yang dapat saya catat dari sambutan Enda yang mengatakan –  ‘akhirnya rumah walikota jadi rumah rakyat’. Ada atau tidaknya acara untuk Blogger di sana, Rumah DINAS Walikota tetap rumah rakyat — bukan rumah walikota. Rumah DINAS Walikota dibiayai oleh rakyat, diambil dari uang pajak yang dibayarkan oleh rakyat, dan rakyat menyediakan itu bagi pemimpin yang dianggap pantas bagi rakyatnya. Jadi, rumah itu memang rumah rakyat, bukan rumah walikota :)*entahlah, saya terlalu tajam untuk membedakan mana asset negara mana asset pribadi karena pajak yang saya bayar harus benar-benar terasa manfaatnya bagi rakyat banyak. Jadi, soal pemilihan kata RUMAH DINAS dan RUMAH saja bisa memiliki arti yang mendalam bagi saya pribadi.

    Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada panitia, Mbak Ajeng, Mas Eko, Bang Amril, Mbak Anggie, dan semua blogger yang telah hadir pada acara talk show kita. YOU DID A SUPER JOB! Juga tak lupa kepada Pemda dan Walikota Bekasi yang telah mendukung terselenggaranya pertemuan akbar para blogger seluruh Indonesia di tahun 2010 ini.

    Perjuangan masih panjang, tetap semangat menulis di blog meski tak ada event apapun, dan bagilah ilmu sebanyak-banyaknya melalui blog dan tulisan-tulisan kita, tentu saja tetap dalam koridor etika dan tanpa melanggar hak-hak orang lain. Selamat berkarya dan Dirgahayu Kota Bekasi yang ke 13!

    “Kejujuran dan kebebasan berekspresi dalam menulis tanpa melanggar hak orang lain — tak dapat dibeli — apalagi jika yang menulis adalah seorang Blogger. Pada dasarnya jiwa blogger adalah jiwa yg bebas — punya ‘senjata’ yang sangat dahsyat untuk menguasai dunia maya — dan tak ada mata uang manapun yang mampu ‘membeli’ bahkan untuk satu JIWA pun.”